Yatra naryastu pjyante ramante tarra dewatah
Yatraitastu napjyante sarvastatra phalah kriyah
(Manawa Dharmasastra III. 58)
Maksudnya: Dimana wanita dihormati
disanalah para Dewa senang dan melimpahkan anugerahnya. Dimana wanita
tidak dihormati tidak ada upacara suci apapun yang memberikan pahala
mulia.
Dalam Manawa Dharmasastra I. 32
ada dinyatakan bahwa laid dan perempuan sama-sama diciptakan oleh
Tuhan. Dalam ajaran Hindu tidak dikenal bahwa wanita itu berasal dari
tulang rusuk laki-laki. Ini artinya menurut sloka Manawa Dharmasastra
tersebut bahwa laid dan perempuan menurut pandangan Hindu memiliki
kesetaraan. Sayang dalam adat istiadat Hindu seperti di Bali misalnya
wanita masih belum sepenuhnya setara terutama dalam perlakuan adat
beragama Hindu.
Padahal kesetaraan wanita dan laki itu
terdapat juga dalam ceritra Lontar Medang Kamulan. Dalam lontar tersebut
ada mitology tentang terciptanya laki dan perempuan. Dalam mitology itu
diceritrakan Dewa Brahma menciptakan secara langsung laki dan
perempuan. Pada awalnya Dewa Brahma atas kerjasama dengan Dewa Wisnu dan
Dewa Siwa membuat manusia dari tanah, air, udara, api dan akasa.
Selanjutnya Dewa Bayu memberikan napas dan tenaga, Dewa Iswara
memberikan suara dan kemampuan berbahasa. Sang Hyang Acintya memberikan
idep sehingga manusia bisa berpikir.
Setelah tugas membuat manusia itu
selesai ternyata manusia yang diciptakan oleh Dewa Brahma atas penugasan
Hyang Widhi itu tidak memiliki kelamin. Jadinya tidak laki dan tidak
perempuan. Karena itu Dewa Brahma masuk dalam diri manusia ciptaanNya
itu. Kemudian menghadap dan mencipta ke timur laut. Dari ciptaan itu
munculah manusia laki dari timur laut. Kemudian menghadap ke tenggara
untuk mencipta terus munculah manusia perempuan dari arah tenggara.
Dari konsepsi terciptanya manusia ini
sudah tergambar bahwa laki dan perempuan secara azasi harkat dan
martabat serta gendernya adalah sejajar. Perbedaan laki dan perempuan
itu adalah perbedaan yang komplementatif artinya perbedaan yang saling
lengkap melengkapi. Artinya tanpa perempuan laki-laki itu tidak lengkap.
Demikian juga sebaliknya tanpa laki-laki perempuan itu disebut tidak
lengkap.
Karena itu dalam Rg.Veda laki-laki dan perempuan yang sudah menjadi suami istri disebut dengan satu istilah yaitu Dampati artinya tidak dapat dipisahkan. Dalam bahasa Bali disebut "dempet". Karena itu dalam Manawa Dharmasastra IX.45
dinyatakan bahwa suami istri itu adalah tunggal. Demikian juga adanya
istilah suami dan istri. Kalau orang disebut istri sudah termasuk
didalamnya pengertian suami. Kalau ada perempuan yang sudah disebut
sebagai istri sudah dapat dipastikan ada suaminya. Karena kalau ada
perempuan yang belum bersuami tidak mungkin dia disebut istri.
Demikian juga kalau ada laki-laki
disebut sebagai suami sudah dapat dipastikan ada istrinya. Tidak ada
laki-laki yang bujangan disebut suami. Mereka disebut suami dan istri
karena mereka sejajar tetapi beda fungsi dalam rumah tangga. Kata suami
dalam bahasa sansekerta artinya master, lord, dominion atau pemimpin.
Sedangkan kata istri berasal dari bahasa sanskerta dari akar kata "str" artinya pengikat kasih. Istri berasal dari wanita. Kata wanita juga berasal dari bahasa sansekerta dari asal kata "van" artinya to be love (yang dikasihi).
Hal itulah yang menyebabkan wanita
setelah menjadi istri kewajibannya menjadi tali pengikat kasih seluruh
keluarga. Dalam Mahabharata, Resi Bisma menyatakan bahwa di mana wanita
dihormati di sanalah bertahta kebahagiaan. Karena itu Rahvana yang
menghina Dewi Sita dan Duryudana yang menghina Dewi Drupadi,
kedua-duanya menjadi raja yang terhina. Dalam Manawa Dharmasastra IH.56
seperti yang dikutif di atas dinyatakan bahwa dimana wanita itu
dihormati disanalah para Dewa akan melimpahkan karunia kebahagiaan
dengan senang hati. Dimana wanita tidak dihormati tidak ada Upacara
Yadnya apapun yang memberi pahala kemuliaan.
Manawa Dharmasastra IX.132 menyatakan bahwa anak wanita boleh diangkat sebagai akhli waris orang tuanya. Dalam sloka 133 berikutnya dinyatakan tidak ada perbedaan antara putra laki dan perempuan yang diangkat statusnya sebagai akhli waris. Dalam hal pembagian harta waris menurut Manawa Dharmasastra IX.118 menyatakan bahwa wanita mendapatkan minimal seperempat bagian dari masing-masing pembagian saudara lakinya. Kalau saudara lakinya banyak bisa saudara wanitanya lebih banyak mendapat dari saudara lakinya. Meskipun setelah ia bersuami wanita itu tidak memiliki beban kewajiban formal pada keluarga asalnya, namun ia memiliki hak waris. Itu menurut pandangan kitab suci.
Manawa Dharmasastra IX.132 menyatakan bahwa anak wanita boleh diangkat sebagai akhli waris orang tuanya. Dalam sloka 133 berikutnya dinyatakan tidak ada perbedaan antara putra laki dan perempuan yang diangkat statusnya sebagai akhli waris. Dalam hal pembagian harta waris menurut Manawa Dharmasastra IX.118 menyatakan bahwa wanita mendapatkan minimal seperempat bagian dari masing-masing pembagian saudara lakinya. Kalau saudara lakinya banyak bisa saudara wanitanya lebih banyak mendapat dari saudara lakinya. Meskipun setelah ia bersuami wanita itu tidak memiliki beban kewajiban formal pada keluarga asalnya, namun ia memiliki hak waris. Itu menurut pandangan kitab suci.
Tetapi dalam adat istiadat Hindu di Bali
wanita itu tidak dapat waris apa lagi ia kawin keluar lingkungan
keluarganya. Di samping wanita mendapatkan artha warisan juga
mendapatkan pemberian artha jiwa dana dari ayahnya. Jumlahnya tergantung
kerelaan orang tuanya. Sebagai ibu atau pitri matta menurut istilah
dalam Manawa Dharma III. 145 seribu kali lebih terhormat dari pada ayah. Sedangkan sebagai istri ia setara dengan suaminya.
Dalam hal karier menurut Manawa Dharmasastra IX.29
wanita dapat memilih sebagai sadwi atau sebagai brahmawadini. Kalau
sebagai sadwi artinya wanita itu memilih berkarier dalam rumah tangga
sebagai pendidik putra-putrinya dan pendamping suami. Karena dalam Vana Parwa 27.214 ibu dan ayah (Mata ca Pita)
tergolong guru yang setara. Dalam Manawa Dharmasastra DC27 dan 28 ada
dinyatakan bahwa: melahirkan anak, memelihara dan telah lahir, lanjutnya
peredaran dunia wanitalah sumbernya. Demikian juga pendidikan
anak-anak, melangsungkan upacara Yadnya, kebahagiaan rumah tangga, sorga
untuk leluhur dan dirinya semuanya itu atas dukungan istri bersama
suaminya.
Wanita yang berkarier di luar rumah
tangga disebut brahma vadini. Ia bisa sebagai ilmuwan, politisi,
birokrasi, kemiliteran maupun berkarier dalam bidang bisnis. Semuanya
itu mulia dan tidak terlarang bagi wanita. Itu semua konsep normatifhya
kedudukan perempuan menurut pandangan Hindu. Tetapi sayangnya dalam
tradisi empirisnya konsepsi normatif itu belum terlaksana betapa
mestinya.
sumber : phdi.or.id
sumber : phdi.or.id